Brigjend Pol (Purn) Dr. Anton Tabah, M.B.A: Berjihad Melegalkan Jilbab Polwan
Oleh: Ahmad Nasri
Setelah
terjadi perdebatan panjang dan melalui jalan yang tidak gampang, akhirnya
Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia dapat mengenakan jilbab dalam seragamnya.
“Selamat
kepada Polwan Muslim yang ingin menggunakan hijab, kini telah dikeluarkan Kep
Kapolri yang mengatur tentang seragam Polwan berhijab yang disahkan dengan Kep
Kapolri Nomor: 245/III/2015, tanggal 25 Maret 2015 tentang perubahan atas
sebagian isi Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara RI No Pol:
SKEP/702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian
dinas seragam Polri dan PNS Polri,” demikian bunyi status facebook resmi Divisi
Humas Mabes Polri.
Perjuangan
panjang dalam rangka mengegolkan aturan resmi agar Polwan dapat berjilbab tidak
bisa dilepaskan dari sosok Brigjend Pol (Purn) Dr. Anton Tabah, MBA. Melalui
pesan singkatnya (SMS) kepada penulis beberapa waktu yang lalu beliau
mengisahkan bahwa perjuangan yang beliau sebut ‘jihad’ untuk melegalkan jilbab
ini dimulai sepulang dari studi banding ke Inggris dan beberapa negara Eropa.
Studi banding yang beliau jalani bersama Jenderal Tanos pada akhir tahun 2009
sampai awal tahun 2010 itu sebetulnya studi tentang Police Complain (keluhan
masyarakat terhadap polisi), tetapi beliau justru tertambat ketika apel melihat
Polwan Muslimah Inggris yang seragamnya berjilbab.
“Saya
tertambat dengan pasukan yang saat apel itu Polwan-Polwan kok berjilbab,
kemudian saya tanya sama Kapolda London, ‘itu polisi?’ Jawabnya, ‘iya itu
polisi muslimat’. Terus setelah apel saya panggil beberapa Polwan tersebut,
saya lihat seragamnya, ternyata didesain khusus sehingga gerakan di lapangan
tidak terganggu dengan jilbabnya,” begitu kisah beliau dalam wawancara dengan
sebuah stasiun radio di Solo.
Meskipun
masalah jilbab bukan pada bidang studi banding beliau, saat pulang ke Indonesia
Dr. Anton membuat laporan khusus tentang Polwan berjilbab di Inggris tersebut
kepada Kapolri yang ditembuskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut
anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini, perjuangan untuk
melegalkan jilbab ini sudah beliau mulai saat menjabat sebagai letnan dan
beliau teruskan hingga menjadi jenderal. Dan perjuangan ini ternyata juga
disambut positif oleh Polwan dan wanita TNI. Bahkan setelah mendengar tentang
laporan studi banding tersebut ada perwakilan mereka yang menemui Dr. Anton
untuk memberikan dukungan dan menyampaikan keinginannya untuk berjilbab.
“Langsung
saya debat sama Kapolri, yang ini lah yang itu lah, sampai Kapolri ganti (BHD
ke TP) masih alot sekali. 2012 sebenarnya sudah hampir diperbolehkan, tetapi
malah Wakapolri yang dengan keras memanggil dan mengatakan pada saya, ‘siapa
Polwan yang mau berjilbab silakan keluar dari Polri’. Beliau ngomong seperti
itu bukan hanya di depan saya, tetapi di depan publik juga,” demikian beliau
melanjutkan kisahnya.
Mendengar
pernyataan Wakapolri tersebut tidak membuat perjuangan beliau surut dan
berhenti sampai disini. Merasa jihadnya sudah mentok melalui dialog, maka Dr.
Anton pun menulis di media massa bahwa melarang jilbab bukan hanya melanggar
hak asasi manusia (HAM), tapi juga melawan Allah yang dianggapnya sebagai hal
yang berbahaya. Tindakan Dr. Anton ini kontan memancing kembali kemarahan
Wakapolri. Dr. Anton menceritakan bahwa Wakapolri memanggil beliau kembali dan
mengatakan bahwa dirinya telah membuka aib organisasi dan lembaga. Namun dengan
tegas beliau menjawab bahwa dirinya merasa sudah mentok bagaimana caranya
menyadarkan atasannya tersebut. Bahkan karena memperjuangkan syariah jilbab
tersebut beliau mengaku bahwa karirnya di Kepolisian selalu dihambat.
“Ya
saya berkali-kali mau jadi ini mau jadi itu dicoret terus. Saya tidak masalah.
Saya jadi polisi bukan untuk jadi apa jadi apa kok. Saya memang memperjuangkan
aqidah kok. Bukan untuk mau jadi kapolda atau yang lain, saya bisa jadi
jenderal sudah cukup,” ujarnya.
Saat
dimintai pendapat tentang Inggris yang memperbolehkan Polwan Muslimah
berjilbab, Dr. Anton menyampaikan bahwa Inggris adalah negara liberal yang
kurang begitu respon dengan agama, tapi sangat menghargai HAM. Sehingga Islam
di Inggris berkembang pesat, maka polwan juga ingin berjilbab dan berjuang
untuk itu.
Dr.
Anton menambahkan bahwa Kepolisian Inggris adalah pelopor terbitnya aturan yang
membolehkan Polwan Muslimah untuk berjilbab di kawasan Eropa dan Amerika. Namun
beliau menyayangkan, kenapa Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk
Muslim terbesar di dunia justru melarang Polwan Muslimah untuk berjilbab.
Menurutnya hal ini disebabkan karena banyak diantara jenderal Polisi yang masih
berpikiran sangat sekuler dan menganggap jilbab hanya bagian dari budaya.
Menurut
Dr. Anton, sikap Kapolri melunak setelah Federasi Sepakbola Dunia (FIFA)
mengijinkan pesepakbola wanita untuk berjilbab. Kapolri pun menyampaikan kepada
Dr. Anton bahwa jilbab polwan bisa diberlakukan dengan menunggu anggaran.
Banyak polisi yang sudah mulai pada sadar bahwa jilbab adalah salah satu
syariat dalam aqidah Islam.
Di
antara sebab suksesnya beliau dalam mengegolkan aturan jilbab Polwan adalah
dukungan dari kaum Muslimin di seluruh Indonesia. Dr. Anton yang aktif juga
dalam dunia dakwah dan didaulat jadi pengurus MUI Pusat, ICMI, pembina HMI
sehingga berkesempatan untuk ceramah dan membakar semangat jilbabisasi Polwan
di banyak tempat. Bahkan menurutnya dari jamaah kaum Muslimin ada yang
mengancam akan mendatangi Mabes Polri dengan ribuan massa untuk menuntut
dilegalkannya jilbab bagi Polwan.
“Alhamdulillah
janjinya Pak Tarman nunggu anggaran, setelah anggaran turun bisa terwujud. 8
Desember 2014 anggaran jilbab Polwan sudah turun. Alhamdulillah sudah
diputuskan saya bersyukur sekali,” kisahnya.
Sekarang
setelah turun aturan jilbab, para Polwan Muslimah ditantang untuk mau
berjilbab. Hal ini salah satunya sebagai cara untuk menghargai perjuangan para
penggagas legalisasi jilbab yang perjuangannya untuk menyadarkan pimpinan
sangat tidak mudah. Menurut Dr. Anton, dari data sementara Polwan Muslimah yang
mengajukan untuk berjilbab pada tahap awal ini anggarannya mencapai 600 juta
rupiah. Dan anggaran tersebut nantinya akan ditambah lagi jika semakin banyak
Polwan Muslimah yang mengajukan untuk berjilbab.
Pada
akhirnya Dr. Anton Tabah yang berjuang dalam melegalkan aturan jilbab bagi
Polwan ini berharap agar jilbab yang dikenakan oleh para Polwan itu bisa
menjadi pintu masuk untuk lebih memahami dan menyadari tentang pengetahuan
agama, sehingga keimanan dan ketakwaan Polwan meningkat. Beliau juga mengharap
Polwan harus mau terus mengkaji Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam. Jangan
sampai berjilbab tapi tidak tahu agama. Dr. Anton mengatakan bahwa Indonesia
negara muslim terbesar di dunia tapi konyol karena banyak yang tidak mau
memahami agama Islam dengan benar.
“Alhamdulillah
jihad ini tidak sia-sia. Insya Allah wanita-wanita TNI, PNS dan lain-lain akan
segera menyusul. Semoga Rahmat Allah terus mengalir. Amin..," kata beliau
mengakhiri.
Demikian
sekelumit perjalanan Brigjend Pol (Purn) Dr. Anton Tabah, MBA dalam berjihad di
Kepolisian untuk menegakkan syariat jilbab bagi Muslimah pada institusinya.
Semoga Allah menjaga dan memberkahi keikhlasan perjuangan beliau. Dan semoga
Allah memunculkan semakin banyak polisi penegak dakwah Islam yang lurus seperti
beliau. Wallahul Musta’an.
*) Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 6/XII | Jumadil Akhir – Rajab 1436 H
Tidak ada komentar