Harmoni vs Emansipasi
Oleh: Ahmad Nasri
Saat hitungan
hari-hari kita telah masuk pada bulan April dalam kalender Miladiyah, banyak
di antara kita yang membincangkan tentang tema emansipasi perempuan. Konon,
di bulan ini dahulu kalapernah
lahir tokoh emansipasi perempuan di negeri kita tercinta Indonesia, dialah Raden
Ajeng Kartini. Seorang perempuan yang terkadang dikultuskan dan dipuja
secara berlebihan oleh
para perempuan lain dalam rangka membela hak-haknya agar sama, persisdan setara dengan kaum
laki-laki. Namun, tahukah kita tentang apa makna sebenarnya dari
emansipasi tersebut? Tulisan ringkas ini bermaksud mengulas secara singkat tentang
emansipasi dan apakah ada keterkaitannya dengan ajaran Islam.
Dalam Kamus Ilmiah Populer halaman 74-75
menyebutkan, kata emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio”
yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Padazaman Romawi dulu,
membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama
halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya. Adapun makna emansipasi perempuan
adalah perjuangan sejak abad ke-14 M, dalam rangka memperoleh persamaan hak dan
kebebasan seperti hak kaum laki-laki.
Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesiakata emansipasi diartikan dengan pembebasan dari
perbudakan dan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti
persamaan hak kaum perempuan dengan kaum laki-laki.
Saat
kita menengok kembali ke dalam ajaran Islam, secara umum akan kita temui bahwa
kedudukan semua manusia, termasuk halnya derajat perempuan dan laki-laki adalah
sama dan yang membedakan mereka disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah
ketakwaan dan amal shalih yang mereka kerjakan. Allah Subhanahu wa
Ta’alaberfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ ۚإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujurat [49] : 13)
Sedangkan
berkaitan dengan kedudukan perempuan dalam ajaran Islam, tanpa harus diangkat
pun derajat mereka sudah ditempatkan pada posisi yang tinggi. Para perempuan
juga mempunyai hak dan kesempatan untuk berkarya, tentunya dengan tidak
melalaikan tugas, fungsi dan kedudukan pokoknya sebagai perempuan. Islam juga memberikan
dorongan yang kuat agar para muslimah mampu berkarya di berbagai bidang. Karena Islam datang
dalam rangka membebaskan
perempuan dari belenggu kebodohan, ketertinggalan dan perbudakan. Bahkan
bukti paling nyata bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat
memuliakan perempuan adalah dengan adanya surat An Nisa’ (yaitu surat ke-4)
dalam Al Qur’an.
Hal
ini sangat jauh bertolak belakang dengan peradaban-peradaban lain di masa lalu
sebagaimana disebutkan oleh Mahmud Mahdi Al Istanbuli dalam buku “Mengenal
Shahabiyah Nabi”. Di antaranya seperti peradaban Yunani yang digambarkan
sebagai masyarakat yang maju dan modern di masa silam menganggap perempuan
adalah makhluk yang paling rendah derajatnya dan dianggap sebagai penyebab dari
segala penderitaan dan musibah yang menimpa manusia. Maka mereka pun tidak
berhak untuk duduk bersama di meja makan sebagaimana laki-laki karena kedudukan
mereka hanya selayaknya budak dan pelayan yang hina. Bahkan mereka terpaksa
rela untuk diperjualbelikan dengan murah dan mudah tanpa harga diri sedikitpun.
Dalam
perundangan Romawi, terdapat banyak aturan yang cenderung kepada kezaliman,
pengekangan dan kekejaman yang ditujukan kepada perempuan. Laki-laki berhak
penuh atas keluarganya seperti halnya raja berhak kepada rakyatnya. Maka lelaki
berhak mengatur istrinya (dan anak perempuannya) sesuai dengan selera hawa
nafsunya. Bahkan suami terkadang berhak untuk membunuh istrinya sendiri.
Peradaban
Persia mengusir perempuan ke tempat yang jauh dari kota tempat tinggalnya saat
mereka haid, dan tidak boleh ada orang yang berhubungan dengan mereka kecuali
pembantu yang mengantarkan makanan kepada mereka.
Perempuan
di negeri Cina dan dalam pandangan orang Yahudi tidak berhak menerima warisan
dari orangtuanya. Mereka menyerupakan perempuan dengan racun yang merusak
kebahagiaan dan harta.
Bahkan
kalau kita menengok lagi ke dalam lembaran tarikh sebelum diutusnya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, pada masa itu perempuan
terinjak martabatnya dan tidak terhormat. Di antaranya orang Arab Jahiliyah
yang langsung membunuh hidup-hidup saat mendapatkan anak perempuan. Dalam ayat
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:
وَإِذَا
بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ.يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا
بُشِّرَ بِهِ أَيُـمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا
سَاءَ مَا يَـحْكُمُونَ
“Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan
kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah
akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya
apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An Nahl [16]: 58-59).
Maka
kemudian Islam datang dan melakukan reformasi besar-besaran terhadap kedudukan perempuan.
Islam di antaranya mewajibkan pemeluknya untuk menghormati dan memuliakan perempuan
sebagai ibunya tiga kali dibanding bapaknya. Seperti yang pernah disabdakan
oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah
hadist berikut:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ
النَّاسِ بِـحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ:
أُمُّكَ، قَالَ ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبُوْكَ
Dari
Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang
datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama
kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan
orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu
‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut
bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian
ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Islam
menempatkan perempuan pada kedudukan yang terhormat dan bermartabat. Dalam hal
fisik, Islam juga menghormati fisik perempuan dengan menyuruhnya untuk berhijab
agar mereka terlindung dari serangan mata dan hati yang jahat. Allah Subhanahu
wa Ta’alaberfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ
فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Ahzab [33]: 59)
Hal
ini sangat jauh berbeda dengan perlakuan peradaban barat yang sampai hari ini
mengeksploitasi perempuan. Bukti lain dimuliakannya perempuan, yaitu istri
mesti dinasihati dengan lemah lembut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
اسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ
شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ
تَرَكْتَهُ لَـمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Berbuat
baiklah pada para perempuan. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk.
Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba
untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau
membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para perempuan.” (HR. Bukhari
no. 3331 dan Muslim no. 1468)
Demikianlah
Islam menempatkan kedudukan perempuan secara adil dan proporsional. Tapi
jika yang dituntut kesamaan adalah segala hal mengenai laki-laki dan perempuantermasuk
hak dan kewajibannya dalam menjalankan segala pekerjaan termasuk amalan dalam
agamanya (misal: perempuan sebagai imam shalat laki-laki), maka hal ini adalah
sebuah kebatilan. Karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan sudah diciptakan
dalam keadaan berbeda, termasuk berbeda pula hak dan kewajibannya. Dan ini
adalah sebuah fitrah yang tidak bisa dirubah dengan alasan emansipasi.
Semua
fitrah dan sunnatullah yang sudah berlaku tentang laki-laki dan perempuan ini
bukan dalam rangka membuat perempuanterpinggir seperti persangkaan para
aktivis perempuan, namun dalam rangka memuliakan mereka. Di antara ajaran
Islam yang menunjukkan penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap perempuan dan
kedudukan utama seorang perempuan adalah dengan menempatkan perempuan di
rumah dan menyiapkan generasi penerus yang baik. Cukuplah perkataan
orang-orang bijak banyak yang mengaitkan keberhasilan para tokoh dan pemimpin
dengan peran dan bantuan kaum perempuan lewat ungkapan “Dibalik keberhasilan
setiap pembesar, ada perempuan di belakangnya yang selalu mendukungnya!”
Maka
semestinya, kaum perempuan hendaknya menjadikan rumahnya sebagai istananya,
karena memang itulah (rumah) medan kerja mereka yang sesungguhnya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْـجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ
وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ
إِنَّـمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ
وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul
bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (Q.S.
Al-Ahzab [33] : 33)
Di
rumah, perempuan mempunyai peran sangat penting, yaitu mencetak anak-anaknya
menjadi generasi penerus yang kelak dapat menegakkan agama Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan kalimat laa ilaaha illallah di
muka bumi. Sehingga meskipun perempuan berkarya di berbagai bidang, tidak
membuat seorang perempuan melupakan tugas utamanya sebagai “madrasatul uula”,
sumber pendidikan pertama bagi anak-anaknya, putra-putri yang kelak akan
meneruskan tongkat estafet untuk membangun peradaban ini. Seorang ibu ibarat
sekolah, apabila perempuan disiapkan menjadi ibu dengan baik, berarti otomatis telah menyiapkan satu
bangsa yang harum namanya dengan sentuhan ibu tersebut.
Seperti
halnya dua buah sayap, laki-laki dan perempuan juga semacam itu, dua-duanya
mempunyai kedudukan yang sama, tetapi dengan fungsi yang berbeda. Bayangkan
jika dua sayap itu kanan semua atau kiri semua, pasti seekor burung tidak akan
dapat terbang. Seandainya seorang laki-laki menuntut hak perempuan dan perempuan
menuntut hak laki-laki, maka yang terjadi juga ketidakseimbangan. Maka, sudah
selayaknya laki-laki dan perempuan melaksanakan tugas dan kerja
dalam posisinya masing-masing, tanpa harus menepuk dada bahwa salah satu di
antaranya lebih baik dari yang lain. Sehingga yang tercipta adalah keserasian
dan keharmonian yang indah dalam kehidupan. Wallahu a’lam.
*) Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 6/XII | Jumadil Akhir – Rajab 1436 H
Tidak ada komentar