Implementasi Manajemen Penempatan dan Pemberhentian Personalia di Sekolah
Oleh: Muhammad Nasri Dini
Mahasiswa Pascasarjana S2 Manajemen Pendidikan Islam IAIN
Surakarta
Ketika berbicara tentang mutu pendidikan, sering kali perhatian kita
terpusat pada kurikulum, fasilitas, dan metode belajar. Namun, ada satu faktor
kunci yang sering terlupakan, yakni bagaimana sebuah lembaga mengelola
manusianya. Dalam konteks lembaga pendidikan Islam, seperti SMP Muhammadiyah
Imam Syuhodo, faktor personalia atau tenaga pendidik dan kependidikan menjadi
penentu utama arah dan kualitas sekolah. Pengelolaan mereka tidak hanya
menuntut keterampilan administratif, tetapi juga pemahaman nilai-nilai Islam
dan kearifan lokal dalam menjalankan tugas pendidikan.
Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam modern terbesar di
Indonesia, telah lama dikenal sebagai pelopor pembaruan pendidikan Islam. Sejak
berdirinya, gerakan ini berkomitmen menciptakan lembaga pendidikan yang
memadukan nilai-nilai keagamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Abdul
Mu’ti menegaskan bahwa pembaruan pendidikan Muhammadiyah dilakukan melalui tiga
jalur utama: pembaruan kurikulum dengan mengintegrasikan studi agama dan umum,
pembaruan metode pembelajaran, serta pembaruan kelembagaan yang memadukan
sistem pesantren dan sekolah (Setiawan, Sucipto, & Kurniati, 2010).
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Muhammadiyah dikelola oleh
berbagai majelis, antara lain Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen),
Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Dikti-Litbang), serta Lembaga
Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M). Melalui lembaga-lembaga ini,
Muhammadiyah berupaya menjaga kualitas pendidikan dari tingkat dasar hingga
tinggi, dengan tetap berlandaskan nilai-nilai keislaman.
SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo yang berada di bawah naungan Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing, Daerah
Sukoharjo, merupakan salah satu contoh nyata bagaimana sekolah Muhammadiyah
berupaya beradaptasi terhadap tuntutan zaman. Namun, seperti banyak lembaga
pendidikan lainnya, sekolah ini juga menghadapi tantangan dalam hal manajemen
personalia. Majelis Dikdasmen melihat adanya persoalan yang cukup mendasar:
sejumlah personalia belum sepenuhnya mampu beradaptasi dengan perubahan dan
tuntutan profesionalisme.
Kondisi tersebut terjadi karena beberapa tenaga pendidik dan staf masih
memiliki pekerjaan di lembaga lain. Akibatnya, fokus dan dedikasi mereka
terhadap sekolah menjadi terbagi. Orientasi kerja yang bersifat sambilan tentu
berdampak pada rendahnya kinerja dan produktivitas. Padahal, lembaga pendidikan
Islam tidak hanya dituntut menghasilkan prestasi akademik, tetapi juga
membentuk karakter dan spiritualitas peserta didik.
Situasi ini mendorong Majelis Dikdasmen PCM Blimbing bersama pihak
sekolah untuk melakukan pembenahan manajemen personalia, khususnya dalam aspek penempatan
dan pemberhentian pegawai. Tujuannya bukan semata efisiensi, tetapi juga
memastikan bahwa setiap personalia yang berada di sekolah adalah sosok yang
benar-benar siap berkhidmat penuh bagi pendidikan Muhammadiyah. Dalam konteks
ini, pengelolaan personalia menjadi bagian dari jihad Pendidikan, usaha
serius untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam dunia pendidikan modern.
Penataan ulang personalia yang dilakukan SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
pada akhirnya menjadi bentuk implementasi nyata manajemen personalia berbasis
nilai Islam. Melalui pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan dan
profesionalisme, sekolah berupaya menciptakan lingkungan kerja yang lebih
sehat, efektif, dan efisien. Dengan demikian, kebijakan penempatan dan
pemberhentian personalia tidak lagi dipandang sebagai hal administratif belaka,
tetapi sebagai bagian dari strategi peningkatan mutu lembaga pendidikan Islam.
Penempatan Personalia di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Dalam dunia manajemen pendidikan, istilah penempatan personalia
tidak sekadar berarti menugaskan seseorang pada posisi tertentu. Lebih dari
itu, penempatan merupakan upaya strategis untuk mencocokkan kemampuan,
karakter, dan komitmen seseorang dengan kebutuhan lembaga. Priyono dan Marnis
(2016) menjelaskan bahwa keberhasilan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh
sejauh mana kecocokan antara individu dengan tugasnya, baik dari sisi
keterampilan, loyalitas, maupun kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
kerja.
Di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, penempatan personalia lama dilakukan
bukan hanya berdasarkan pertimbangan administratif, tetapi juga pada dimensi
moral dan ideologis. Majelis Dikdasmen PCM Blimbing menilai bahwa setiap tenaga
pendidik dan kependidikan harus memahami identitas sekolah sebagai lembaga
pendidikan Islam modern yang bernaung di bawah Muhammadiyah. Karena itu, selain
kompetensi profesional, aspek loyalitas terhadap persyarikatan menjadi
pertimbangan utama dalam setiap kebijakan penempatan.
Kebijakan ini tidak muncul secara tiba-tiba. Pada akhir tahun 2017,
pihak Majelis Dikdasmen melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi
personalia sekolah. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa sejumlah tenaga
pengajar kurang efektif dalam menjalankan tugas karena memiliki kesibukan di
tempat lain. Ada yang mengajar di sekolah negeri, menjadi perangkat desa,
bahkan ada yang bekerja di bidang seni dan hanya hadir sekali dalam seminggu.
Situasi ini menimbulkan ketimpangan dalam pembagian tanggung jawab dan
berdampak pada kualitas layanan pendidikan.
Sebagai tindak lanjut, Majelis Dikdasmen bersama kepala sekolah kemudian
melakukan orientasi ulang terhadap penempatan pegawai lama. Langkah ini
dilakukan dengan hati-hati, mengedepankan dialog, dan mempertimbangkan berbagai
aspek kemanusiaan. Prosesnya mencakup wawancara langsung dengan masing-masing
personalia untuk menilai kesiapan mereka dalam berkomitmen penuh di SMP
Muhammadiyah Imam Syuhodo.
Dalam proses tersebut, sejumlah pertimbangan utama dijadikan acuan. Pertama,
apakah personalia bersedia loyal terhadap Muhammadiyah sebagai pemilik sekolah
dan taat terhadap kebijakan Majelis Dikdasmen. Kedua, apakah personalia
mampu menjalankan tugas secara profesional sesuai kebutuhan sekolah. Ketiga,
kesesuaian dengan arah manajemen baru yang akan diterapkan. Keempat,
kemampuan beradaptasi dengan dinamika sekolah dan tim kerja. Kelima,
kesediaan untuk fokus bekerja tanpa terikat pada lembaga lain. Dan keenam,
kemampuan menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan tanggung jawab
kedinasan.
Selain itu, aspek sosial juga menjadi pertimbangan penting, seperti
apakah seorang personalia mendapat simpati dan dukungan dari rekan kerja, serta
apakah domisilinya mendukung efektivitas kerja di sekolah. Pendekatan ini
menunjukkan bahwa manajemen personalia di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo tidak
semata-mata bersifat birokratis, melainkan juga mempertimbangkan human touch,
sentuhan kemanusiaan yang sesuai dengan prinsip Islam tentang keadilan dan
kebijaksanaan (hikmah).
Penempatan kembali (restaffing) ini sejalan dengan pandangan
Priyono dan Marnis (2016), yang menegaskan bahwa restrukturisasi SDM adalah
bagian penting dari strategi peningkatan efektivitas organisasi. Dengan
menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat, sekolah dapat mengoptimalkan
potensi sumber daya yang ada tanpa harus selalu melakukan rekrutmen baru. Dalam
konteks lembaga pendidikan Islam, kebijakan semacam ini juga membantu menjaga
kesinambungan dakwah dan karakter keislaman lembaga.
Secara umum, hasil penataan ulang personalia ini membawa dampak positif.
Majelis Dikdasmen dapat memetakan kembali peran masing-masing tenaga pendidik
sesuai kapasitas dan loyalitasnya. Selain meningkatkan kinerja internal,
langkah ini juga memperkuat budaya kerja yang profesional, disiplin, dan
berorientasi pada mutu pendidikan.
Penempatan personalia yang dilakukan dengan penuh pertimbangan moral,
spiritual, dan profesional ini menjadi salah satu bentuk nyata dari penerapan
manajemen personalia Islami, yakni manajemen yang tidak hanya mengejar
efisiensi, tetapi juga keberkahan dalam bekerja. Sebagaimana ditegaskan dalam
Al-Qur’an bahwa setiap amanah harus diserahkan kepada ahlinya (QS. An-Nisa:
58), demikian pula dalam dunia pendidikan: menempatkan guru dan staf yang tepat
pada tempatnya adalah bentuk tanggung jawab moral dan spiritual terhadap
generasi yang dididik.
Pemberhentian Personalia di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Jika penempatan personalia merupakan langkah awal untuk memperkuat
fondasi lembaga, maka pemberhentian personalia adalah proses penyelarasan, sebuah
keputusan yang sering kali berat, tetapi perlu dilakukan demi keberlangsungan
organisasi. Dalam dunia kerja, pemberhentian tidak selalu berarti hukuman,
melainkan bentuk tanggung jawab manajerial untuk menjaga efektivitas lembaga
dan kualitas kinerja.
Secara umum, pemberhentian didefinisikan sebagai berakhirnya hubungan
kerja antara individu dan organisasi. Menurut Hasibuan (2006), pemberhentian
merupakan fungsi operasional terakhir dalam manajemen sumber daya manusia yang
berarti berakhirnya keterikatan kerja seseorang dengan lembaga. Sementara itu,
Simamora (1997) menegaskan bahwa pemberhentian adalah sanksi paling berat bagi
seorang karyawan, sehingga harus dilakukan secara hati-hati karena membawa
dampak sosial dan psikologis yang besar.
Dalam konteks pendidikan Islam, proses pemberhentian seharusnya tidak
dilakukan dengan pendekatan administratif semata, tetapi juga berdasarkan
nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sebagaimana diatur dalam ajaran Islam.
Prinsip ihsan, yakni berbuat baik bahkan ketika berpisah, menjadi dasar
penting agar hubungan baik antara lembaga dan personalia tetap terjaga.
Machali dan Hidayat (2016) menjelaskan bahwa pemberhentian personalia
pendidikan adalah proses pemutusan kerja yang harus memenuhi syarat-syarat
tertentu dan dilakukan dengan memperhatikan kesejahteraan individu yang
bersangkutan. Lembaga memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa
mereka yang diberhentikan tetap dihargai kontribusinya dan tidak kehilangan
martabatnya sebagai tenaga pendidik.
Di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, kebijakan pemberhentian personalia
muncul sebagai konsekuensi dari restrukturisasi internal yang dilakukan oleh
Majelis Dikdasmen PCM Blimbing. Tujuannya bukan untuk “memotong tenaga kerja”,
melainkan untuk memastikan setiap individu yang tetap bekerja di sekolah
memiliki komitmen penuh terhadap lembaga.
Dalam praktiknya, sebagian besar personalia yang diberhentikan justru
mengundurkan diri secara sukarela. Ada beberapa alasan yang mendasarinya.
Pertama, dua orang personalia telah menjadi ASN di sekolah negeri dan
sebelumnya mengajar di SMP Muhammadiyah hanya sebagai bentuk pengabdian. Kedua,
dua personalia lainnya telah diangkat menjadi perangkat desa dan memilih fokus
pada tugas barunya. Ketiga, seorang guru seni hanya mampu mengajar satu hari
dalam sepekan karena kesibukan di luar sekolah. Keempat, ada pula guru yang
bekerja di SMP Muhammadiyah hanya untuk memenuhi beban jam sertifikasi.
Selain itu, ada satu personalia yang berhenti karena memasuki masa
pensiun. Dengan demikian, pemberhentian yang dilakukan bukan karena
pelanggaran, melainkan hasil dari penyesuaian terhadap kebutuhan lembaga dan
kondisi masing-masing individu.
Kebijakan pemberhentian ini memperlihatkan sikap bijak Majelis Dikdasmen
yang tetap mengedepankan musyawarah dan pertimbangan kemanusiaan. Tidak ada
pemecatan mendadak atau keputusan sepihak. Semua proses dijalankan dengan
komunikasi terbuka agar pihak yang bersangkutan memahami alasan dan arah
kebijakan sekolah.
Prinsip ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 yang
menekankan bahwa pemberhentian harus didasarkan pada asas kemanusiaan serta
penghargaan terhadap pengabdian karyawan. Dalam praktiknya, SMP Muhammadiyah
Imam Syuhodo berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan organisasi dan
kepentingan personal dengan tetap menjunjung nilai ihsan, berbuat baik
dan adil dalam segala keputusan.
Taufiqurrahman (2009) menambahkan bahwa penyebab pemberhentian bisa
beragam, mulai dari pengunduran diri, pengurangan tenaga kerja, hingga pensiun.
Namun, apa pun alasannya, pemberhentian sebaiknya direncanakan dengan baik agar
tidak menimbulkan kesulitan bagi lembaga maupun individu (Priyono & Marnis,
2016). Dalam hal ini, SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo telah berupaya menjadikan
setiap proses pemberhentian sebagai langkah transisi yang wajar dan terhormat.
Melalui kebijakan ini, sekolah berhasil menata kembali struktur
personalianya dengan lebih efisien dan efektif. Hanya tenaga pendidik yang
memiliki loyalitas tinggi dan komitmen terhadap visi Muhammadiyah yang
dipertahankan. Langkah ini memang tidak mudah, tetapi menjadi keharusan jika
lembaga pendidikan ingin tetap eksis dan bermutu di tengah kompetisi sekolah
modern yang semakin ketat.
Simpulan dan Refleksi
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sebuah lembaga
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum dan fasilitas, tetapi juga
oleh manajemen personalia yang efektif dan berlandaskan nilai-nilai Islam.
Pengalaman SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo dalam menerapkan kebijakan penempatan
dan pemberhentian personalia menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan antara
rasionalitas manajerial dan kebijaksanaan spiritual.
Penempatan guru dan staf di sekolah ini tidak dilakukan secara acak,
melainkan melalui pertimbangan profesionalisme, kompetensi, dan kesesuaian
dengan visi dakwah Muhammadiyah. Prinsip ini mencerminkan konsep the right
man on the right place yang telah lama diakui sebagai dasar manajemen
sumber daya manusia modern (Alwi, 2001; Hasibuan, 2006). Dalam praktiknya,
Majelis Dikdasmen PCM Blimbing berusaha menempatkan guru-guru yang tidak hanya
cakap secara akademik, tetapi juga memiliki komitmen ideologis terhadap
nilai-nilai Islam berkemajuan.
Sementara itu, kebijakan pemberhentian personalia dilaksanakan dengan
penuh kehati-hatian dan menjunjung tinggi asas kemanusiaan. Tidak ada keputusan
yang diambil secara sepihak atau mendadak. Semua dilakukan melalui dialog,
pertimbangan rasional, dan kesepakatan bersama. Model ini sejalan dengan
prinsip manajemen Islami yang menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek
kebijakan.
Implementasi dua aspek manajemen tersebut, baik penempatan maupun
pemberhentian, telah membantu SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menata ulang sumber
daya manusianya dengan lebih sehat dan produktif. Guru-guru yang bertahan kini
bukan sekadar pengajar, tetapi juga penggerak ideologis Muhammadiyah yang
memahami misi pendidikan sebagai bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Ke depan, sekolah perlu terus mengembangkan sistem pembinaan personalia
yang adaptif terhadap perubahan zaman. Digitalisasi pendidikan, kolaborasi
lintas lembaga, dan peningkatan kesejahteraan guru menjadi tantangan baru yang
harus dijawab dengan manajemen modern yang tetap berpijak pada nilai-nilai
Islam. Dengan cara inilah, semangat tajdid (pembaruan) yang diwariskan
oleh K.H. Ahmad Dahlan dapat terus hidup di lingkungan pendidikan Muhammadiyah,
termasuk di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo.
Daftar Pustaka
Alwi, S. (2001). Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, M. S. P. (2006). Manajemen sumber daya manusia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Machali, I., & Hidayat, A. (2016). The handbook of education
management: Teori dan praktik pengelolaan sekolah/madrasah di Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Prenadamedia Group.
Priyono, & Marnis. (2016). Manajemen sumber daya manusia.
Sidoarjo: Zifatama Publisher.
Setiawan, F., Sucipto, & Kurniati, D. L. (2010). Mengokohkan
spirit pendidikan Muhammadiyah. Yogyakarta: Pyramedia.
Taufiqurrohman. (2009). Mengenal manajemen sumber daya manusia.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Prof. Dr. Moestopo
Beragama.
*) Tulisan ini sebelumnya disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia

Tidak ada komentar