Header Ads

Header ADS

GAR ITB vs Din Syamsudin: Sebuah Ibrah

 

Muhammad Nasri Dini

 

Beberapa waktu yang lalu publik dihebohkan dengan dilaporkannya mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Din Syamsudin, M.A oleh sekelompok orang yang menamakan diri mereka Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR-ITB). Gerombolan yang mengatasnamakan sebagai kesatuan alumni ITB tersebut melaporkan Pak Din kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) karena dinilai melanggar disiplin dan etika ASN. Masyarakat sempat mengira bahwa organisasi ini mempersoalkan Pak Din terkait radikalisme, tetapi ternyata bukan. Karena agak aneh juga rasanya, organisasi dengan embel-embel radikalisme tetapi malah mengurusi tentang disiplin dan etika ASN. Pak Din yang juga merupakan anggota Majelis Wali Amanat (WMA) ITB tersebut memang berstatus sebagai ASN dan dipandang oleh GAR ITB sebagai orang yang berseberangan bahkan melakukan perlawanan terhadap pemerintah.

Seperti dikutip dari teropongsenayan.com, ada enam poin pelanggaran yang dituduhkan terhadap Pak Din dalam surat laporan GAR ITB: (1) Dianggap bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan terhadap keputusannya. Hal itu diketahui melalui pernyataan Pak Din pada 29 Juni 2019. GAR ITB menyebut Pak Din melontarkan tuduhan tentang adanya rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi yang memproses serta memutus perkara sengketa Pilpres 2019.

(2) Dinilai mendiskreditkan pemerintah, menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah, yang berisiko untuk terjadinya proses disintegrasi bangsa. Tindakan itu dinilai melalui pernyataan dalam webinar “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19” pada 1 Juni 2020 yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI). GAR menilai saat itu Pak Din menunjukkan kekonsistenannya untuk menyuarakan penilaian yang negatif terhadap pemerintah Indonesia.

(3) Dianggap melakukan framing yang menyesatkan pemahaman masyarakat umum, dan mencederai kredibilitas pemerintah RI yang sah. Bertepatan dengan pra-deklarasi kelompok KAMI pada, 2 Agustus 2020. Pak Din dinilai telah mengeluarkan pernyataan, dianggap sebuah framing yang menyesatkan pemahaman masyarakat Indonesia. GAR ITB menilai penyampaian Pak Din dikesankan seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi sangat darurat, akibat dari praktik oligarkhi, kleptokrasi, korupsi, dan politik dinasti.

(4) Dianggap menjadi pemimpin dari kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah. GAR ITB berpendapat, acara deklarasi kelompok KAMI di Jakarta pada 18 Agustus 2020 merupakan sebuah konfirmasi resmi atas posisi Din Syamsudin di dalam kepemimpinan kelompok KAMI. Oleh karenanya kedudukannya di kelompok KAMI terhadap pemerintah Indonesia dinilai cerminan dari posisi Pak Din terhadap pemerintah pula.

(5) Dianggap menyebarkan kebohongan, melontarkan fitnah, serta mengagitasi publik agar bergerak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah. Pidatonya pada saat deklarasi kelompok KAMI di Bandung, Jawa Barat, 7 September 2020, GAR ITB memandang Pak Din kembali menyuarakan sebuah kebohongan publik. Pak Din menyatakan seolah-olah telah terjadi kerusakan-kerusakan negara dan bangsa pada masa kini, yang skalanya bahkan lebih besar daripada kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa penjajahan Belanda.

(6) Dinilai melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama. Bukti yang dilampirkan GAR ITB mengenai respon Din Syamsudin terhadap kejadian penganiayaan fisik yang dialami oleh Ulama Syekh Ali Jaber. Pak Din menyatakan penilaiannya bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama, dan kejahatan berencana terhadap agama dan keberagamaan. GAR ITB menyampaikan, faktanya, tindak kriminal pidana penganiayaan terhadap Ulama Syekh Ali Jaber tersebut, adalah sebuah kasus pidana umum biasa yang sama sekali tidak terorganisir.

Publik pun hampir seragam menanggapi laporan atas mantan Ketua Umum MUI Pusat  itu. Dari warga dan para pimpinan Muhammadiyah, para tokoh masyarakat dari berbagai ormas dan agama, bahkan pemerintah pun seakan semuanya kompak memberikan pembelaan pada Pak Din. Kokam Pemuda Muhammadiyah bahkan siap untuk pasang badan dalam membela kehormatan salah satu tokohnya itu.

Dari kejadian ini penulis dapat mengambil beberapa catatan yang bisa dijadikan ibrah atau pelajaran darinya. Pertama, Keistiqamahan Pak Din. Sejak menjadi Wakil Ketua dan berlanjut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Sekjend dan Wakil Ketua, hingga Ketua Umum MUI, Pak Din dikenal sebagai orang yang selalu teguh dalam prinsip dan lantang dalam beramar makruf nahi munkar. Beliau pernah secara keras mengkritik Amerika dengan isu terorismenya. Bukan dalam rangka mendukung terorisme, tetapi beliau tidak setuju jika perang melawan terorisme digunakan untuk menyudutkan Islam dan umat Islam. Tentu kita masih ingat juga dengan penentangan keras beliau terhadap Densus 88 yang dianggap sewenang-wenang. Pak Din pun sempat menyerukan untuk membubarkan aparat khusus anti teror tersebut.

Jihad konstitusi adalah salah satu jalan dakwah beliau. Karena salah satu amanat Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta 2010 adalah meluruskan kiblat bangsa. Meskipun sudah tidak lagi menjabat di PP Muhammadiyah ataupun MUI, tapi ketokohan Pak Din tetap diperhitungkan. Keistiqamahan beliau dalam beramar makruf dan bernahi munkar juga masih tetap eksis sampai sekarang. Salah satunya ditunjukkan dengan tetap aktifnya beliau dalam menasihati pemerintah, di antaranya melalui organisasi Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang didirikan oleh beberapa tokoh nasional.

Kedua, Soliditas Muhammadiyah. Memang Muhammadiyah adalah ormas Islam yang sangat besar. Karenanya sangat dimungkinkan jika ada perbedaan pendapat pada orang-orang di dalamnya. Tidak jarang kita jumpai perbedaan tersebut sangat mencolok dan memicu friksi yang tidak kecil. Menurut hemat kami, hal itu sah-sah saja. Karena perbedaan adalah keniscayaan, dan perbedaan tersebut sangat tidak masalah jika dibangun di atas argumen yang sama-sama kokoh.

Meskipun demikian, perbedaan yang ada jangan sampai melunturkan kesolidan dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Kalau boleh dikatakan, silakan saja di dalam organisasi ada banyak pendapat yang berbeda-beda. Tapi jika sudah tampil dan menunjukkan diri di luar, maka Muhammadiyah harus satu suara. Seperti halnya dalam kasus pelaporan Pak Din yang lalu, warga dan pimpinan Muhammadiyah serta ortom-ortomnya kompak dan solid untuk membela Pak Din. Dari Sekretaris Umum PPM Prof. Abdul Mu’ti, Ketua PPM Buya Anwar Abbas, Ketua Umum PPM Prof. Haedar Nashir, ada juga Tapak Suci, Kokam dan Pemuda Muhammadiyah, dan yang lainnya semuanya menyuarakan hal yang sama. Mereka semua dengan kompak dan satu suara membela Pak Din. Kokam Jawa Tengah bahkan secara khusus menggelar Apel Kokam secara virtual melalui kanal youtube TablighMu TV dengan menghadirkan Pak Din sebagai Inspektur/Pembina Apel. Ini menunjukkan kepada dunia luar bahwa Muhammadiyah solid, kompak.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan bahwa tuduhan yang diberikan kepada Din Syamsudin tidak berdasar dan salah alamat. Menurutnya Pak Din adalah salah satu tokoh yang menggagas konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah di PP Muhammadiyah. Konsep yang kemudian menjadi salah satu keputusan resmi Muktamat Muhammadiyah ke-47 di Makassar.

Ketiga, Tegas, tapi tetap santun. Di satu sisi Muhammadiyah secara tegas membela Pak Din. Tapi di sisi lain Muhammadiyah tetap dingin, tenang dan mengedepankan akal sehat. Bukan karakter Muhammadiyah jika mendahulukan kekerasan dan ancam mengancam dalam hal fisik. Kalau ormas lain, mungkin saja sudah digeruduk jika ada yang menyoal tokohnya. Seperti yang beberapa kali kita lihat di media. Tapi tidak dengan Muhammadiyah.

Meskipun Muhammadiyah tegas, tapi tetap santun dalam menanggapi pelaporan Pak Din. Hal ini salah satunya bisa dilihat dari dialog-dialog di televisi atau media yang lain. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang hadir dalam rangka bicara tentang persoalan Pak Din selalu tampil kalem, santai dan menahan emosi. Sehingga argumen-argumen yang disampaikan dalam membela Pak Din pun juga bukan keluar karena kemarahan, tetapi murni karena obyektifitas dalam memandang persoalan.

Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Pak Din. Saat menghadiri Apel Virtual Kokam Jawa Tengah, beliau berpesan kepada para kader Kokam dan Pemuda Muhammadiyah yang saat itu hadir untuk dapat menahan diri dan tidak mengedepankan emosi. Padahal sudah jelas, banyak anak muda yang siap pasang badan untuk membela beliau. Tetapi hal ini tidak lantas membuat beliau jumawa, membusungkan dada dan menantang pihak yang melaporkan, justru beliau meminta untuk bersabar dan tetap tenang. Mengedepankan akal sehat, tidak mengedepankan okol (kekuatan fisik).

Keempat, Lawan Haq adalah Batil. Belakangan bocor kepada publik laporan keuangan GAR ITB dalam rangka menjatuhkan Pak Din yang oleh mereka sendiri disebut sebagai bentuk akuntabilitas. Hal ini semakin membuka mata kita bahwa serangan kepada Pak Din tersebut terstruktur dan terorganisasi dengan baik. Sekarang yang diserang Pak Din secara personal, bukan tidak mungkin selanjutnya Muhammadiyah sebagai organisasi. Karena selamanya pejuang kebenaran akan selalu dibenci dan dilawan oleh pejuang kebatilan. Ungkapan salaf ini perlu kita ingat dan renungkan kembali, ‘alhaq bila nidzamin yaghlibul batil bin nidzam, kebenaran yang tidak terorganisasi akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisasi’.

Salah satu hal yang niscaya di muka bumi ini adalah, jika ada kontra, pasti juga akan ada yang pro. Begitu pula dengan para alumni ITB. Kalau sebelumnya ada alumni bernama GAR ITB yang kontra dengan Din Syamsudin, maka kemudian ternyata ada juga alumni ITB yang pro kepada beliau. Adalah Keluarga Alumni ITB Penegak Pancasila Anti Komunis (KAPPAK ITB) yang mengklaim beranggotakan 1.721 alumni ITB membela Pak Din. Menurut KAPPAK ITB, GAR ITB tidak mewakili alumni secara dominan. Masih banyak alumni ITB yang bisa berfikir jernih, obyektif, rasional dan kritis, namun tetap dalam bingkai NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam sebuah petisi online bahkan belasan ribu orang warganet telah menandatangani dukungan kepada Din Syamsudin. Petisi yang ditujukan kepada GAR ITB tersebut bertajuk ‘Pak Din Syamsudin tidak Radikal’.

 

*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 03/XIX | Rajab 1442 H/Maret 2021 M

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.