Menjaga Keikhlasan Seorang Guru
Oleh: Muhammad Nasri Dini
Pengajar Pondok Pesantren Imam Syuhodo
Sukoharjo
Pada rapat guru di sebuah sekolah, selalu saja ada guru
yang menyampaikan tentang murid-murid di kelasnya yang tidak pintar, dianggap
nakal, bermasalah dan berbagai keluhan lainnya. Barangkali hal tersebut adalah sesuatu
yang sangat wajar bila dimaksudkan untuk mencari solusi. Hanya saja, bila hal
tersebut malah menjadikan semangat guru memudar, bahkan menghilangkan keikhlasannya
sebagai seorang pendidik, maka masalah sebenarnya justru ada pada gurunya,
bukan pada murid yang awalnya dikeluhkan.
Menghadapi murid-murid ‘bermasalah’ tersebut, ada baiknya
bagi para guru untuk menyimak dan mendulang hikmah dari untaian nasihat yang
konon pernah disampaikan oleh fadhilatusy syaikh KH. Maimoen Zubair -semoga
Allah menjaga beliau-, salah satu ulama sepuh Jam’iyyah Nahdlatul Ulama
(NU) yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang. Berikut
nasihat beliau:
“Jadi guru itu tidak usah punya niat
bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak
pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik
yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah.
Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”
Sebagai seorang guru senior (usia beliau saat ini 87
tahun), tentu saja Mbah Moen -sapaan akrab beliau- sudah teramat kenyang dengan
berbagai pengalaman pahit manis dalam menghadapi para murid/santri. Dan kunci
yang menurut beliau harus dijaga adalah keihklasan, menyerahkan semuanya kepada
Allah SWT.
Kalau kita mau sedikit merenungkan, mengajar dan mendidik
para murid hampir sama dengan para nabi dan rasul yang berdakwah kepada
umatnya. Tugas para nabi dan rasul hanya menyampaikan risalah-Nya, sedangkan
hidayah iman yang masuk ke dalam hati manusia hanya bisa diberikan oleh Allah SWT
semata. Maka sebagai guru, sampaikan saja ilmu yang kita punya dengan semaksimalnya,
dengan segala metode yang ada. Jangan lupa juga bagi guru untuk senantiasa evaluasi
diri. Dan setelah semuanya kita lakukan, tinggal kita serahkan saja hasilnya
kepada Allah SWT. Karena pada hakikatnya, yang membuat murid kita pintar atau
tidak bukanlah kita sebagai gurunya, tetapi karena hidayah Allah SWT.
Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, sebagai seorang guru terkadang hati kita memang juga teruji kesabarannya. Namun jika kita menghadirkan gambaran bahwa akan ada satu di antara para murid tersebut yang kelak menarik tangan kita menuju surga, sungguh semuanya akan terasa lebih indah untuk kita jalani. Wallahul musta’an
*) Tulisan ini sebelumnya dimuat pada Kolom Guru Kita di Majalah Hadila edisi 103 | Januari 2016
Tidak ada komentar