Melihat Secara Lengkap Syariat Hijrah
Judul Buku : Hijrah dalam
Pandangan Al-Qur’an
Judul Asli :
Al-Hijrah fi Al-Qur’an al-Karim
Penulis :
Dr. Ahzami Samiun Jazuli
Penerjemah :
Eko Yulianti
Penerbit :
Gema Insani, Jakarta
Tebal :
360 Halaman
Ukuran :
26,5 x 18,5 cm (hard cover)
No. ISBN :
979-56-0120-2
“...barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
untuk Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barangsiapa berhijrah karena niat
duniawi yang ingin diperoleh atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka
ganjarannya sekadar apa yang diniatkan dalam hijrahnya.”
(H.R. Bukhari)
Hijrah memiliki eksistensi yang sangat mulia dan posisi yang sangat besar dalam
Al-Qur’an maupun Hadis Nabi SAW. Al-Qur’an dan Hadis memerintahkan hijrah
dengan lafal yang bermacam-macam, kalimat yang berbeda-beda dan susunan kata
yang variatif.
Terkadang lafal dalam Al-Qur’an menggunakan perintah yang jelas, terkadang
dengan ungkapan biasa, terkadang dengan bentuk janji bahkan ancaman, yang
semuanya menunjukkan akan perhatian besar dan penguatan yang diberikan
Al-Qur’an terhadap hijrah.
Dr. Ahzami Samiun Jazuli dalam buku berjudul Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an
ini, mencoba membahas syariat Islam tentang hijrah dan memaparkan eksistensinya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menyajikannya dengan detail serta bahasa
yang memasyarakat.
Berbicara mengenai hijrah adalah berbicara
mengenai peperangan antara kebaikan (al khoir) dan kejahatan (asy syar).
Kebaikan yang diwakili oleh para pembela kebenaran (ahlul haq) dan kejahatan
yang diwakili para pembela kebatilan (ahlul bathil). Oleh karena itu, berbicara
mengenai hijrah berarti berbicara mengenai konsistensi dan sikap yang diambil
oleh para pendukung kebenaran. Termasuk juga dampak yang selalu menimpa para
pendukung kebathilan adalah mutlak negatif, yakni kehinaan dan kemiskinan.
Dalam hal ini dapat terjadi di dunia atau di akhirat bahkan di dunia hingga
akhirat. Dengan pertimbangan inilah pada akhirnya penulis memilih tema ”hijrah”
yang sebagian besar pembahasannya diambil dari perjalanan para nabi, rasul,
syuhada dan shalihin. Sehingga penulis merasa layak bila buku ini diberi judul
“Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an”.
Secara garis besar sistematika penulisan
yang digunakan penulis adalah dengan membagi pada tiga bagian, yakni
pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pendahuluan terdiri atas urgensi tema
yang dipilih, sebab-sebab pemilihan tema ini, serta metode penulisan.
Pembahasan terdiri atas dua bab. Bab pertama, pembahasan difokuskan pada
pemahaman yang benar mengenai syariat hijrah.
Dalam mendefinisikan hijrah, para ulama’
berbeda-beda. Dalam buku ini, penulis memaparkan komentar para ulama’ ternama
dan mengklasifikasikan menjadi empat bagian. Pertama, hijrah adalah perpindahan
dari negeri kaum kafir atau kondisi peperangan (darul kufri wal harbi) ke
negeri muslim (darul muslim). Pendapat ini diungkapkan oleh Ibnu Hajar Al
Asqalani dan Ibnu Taimiyah.
Menurut mereka, yang dimaksud negeri kaum
kafir adalah negeri yang dikuasai atau pemerintahannya dijalankan oleh
orang-orang kafir dan menggunakan hukum-hukum mereka. Sementara, yang dimaksud
negeri muslim adalah negeri yang dikuasai atau pemerintahannya dijalankan oleh
para orang Islam dan hukum yang dipraktikkan adalah hukum Islam sekalipun
penduduknya mayoritas orang kafir.
Kedua, perpindahan dari negeri orang dzalim
(darudz dzulmi) ke negeri orang-orang adil (darul adli) dengan tujuan
menyelamatkan agama Allah SWT. Pendapat ini, dikemukakan oleh para ulama’
Khalaf. Darul adli disini diartikan sebagai suatu negeri yang dipimpin oleh
orang kafir, akan tetapi ia memberi toleransi yang tinggi terhadap muslim.
Ketiga, menurut Ibnu Arabi yaitu meninggalkan negeri yang diperangi (darul
harbi) menuju Islam, meninggalkan ahli bid’ah dan negeri yang dipenuhi hal-hal
yang dilarang Islam, melarikan diri demi keselamatan harta dan jiwa, dan
khawatir terkena penyakit yang mewabah dan membahayakan manusia.
Keempat, pergi untuk mendekatkan diri
dengan kebiasaan-kebiasaan baik, berbeda pendapat untuk menganalisis suatu
permasalahan, meninggalkan dosa-dosa atau kesalahan dan hala-hal yang
mendekatkan diri dari kesalahan.
Dalam konteks perbedaan pendapat dalam
mendefinisikan hijrah oleh para ulama’ ini, penulis tidak bermaksud untuk
membingungkan pembaca. Tetapi, mencoba mengajak pembaca untuk berfikir secara
luas, bahwa Islam bukanlah agama yang mengajarkan syariat secara kaku dan keras
serta tidak ada kebenaran dalam diri manusia secara mutlak.
Setelah melakukan analisis terhadap pendapat para ulama terkait pengertian
hijrah, penulis berkesimpulan bahwa tidak ada perbedaan mendasar dari pendapat
para ulama tersebut mengenai makna hijrah secara syar’i. Sesungguhnya perbedaan
yang ada hanya dari segi lafaz dan penyajian definisi saja. Atau perbedaan
dalam jenis (tanawwu) bukan perbedaan yang berlawanan (tadod). Maka makna umum
hijrah yang dikenal secara syar’i adalah kepergian seorang mukmin dari negeri
yang penuh fitnah dengan kekhawatiran akan keselamatan agamanya menuju tempat
yang dapat melindungi keberlangsungan ajaran agamanya.
Penulis mengqiyaskan (mensejajarkan) dengan
agama yaitu harta, darah (jiwa), dan keluarga. Kewajiban hijrah bukan hanya
untuk menyelamatkan agama saja tetapi juga untuk menyelamatkan harta, jiwa, dan
keluarga. Karena kehormatan harta seorang muslim seperti kehormatan darahnya
atau kehormatan keluarganya. Selain itu hijrah juga merupakan beban yang
diberikan oleh syari’at (al-uqubat asy-syar’iyyah) yaitu termasuk bagian dari
jihad fi sabilillah. Hijrah dilaksanakan dengan tujuan agar kalimat Allah SWT
yang paling tinggi dan menjadikan satu-satunya ajaran yang dianut adalah ajaran
Allah SWT.
Dalam buku ini penulis mengungkapkan
berbagai pengetahuan tentang hijrah yang merujuk langsung dari Al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya itu, disini juga diceritakan tentang
hijrah para nabi terdahulu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis pula,
serta komentar para ulama’ dan segala hal yang berkaitaan tentang syariat
hijrah.
Diantara pelajaran yang sangat berharga dan
hikmah yang sangat mahal dari perjalan hijrah, bahwa sesungguhnya seorang
muslim ketika mengimani suatu kebenararan dengan yakin dan pasti, ia yakin
dengan dasar-dasarnya, berani berkorban dengan harta dan jiwa dan apa saja yang
dimilikinya, maka sesungguhnya ia telah ditunggu kemenangan dan akan menjadi
pemenang dunia dan akhirat.
Di samping makna umum hijrah secara syar’i
di atas, penulis kemudian menjelaskan makna khusus hijrah secara syar’i, yaitu
hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW bersama para sahabatnya dari kota Mekah
menuju Madinah.
Pada bab kedua, penulis mendeskripsikan
secara detail pengalaman hijrah umat-umat terdahulu dan hijrah yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW baik menurut catatan sejarah maupun berdasarkan Al-Qur’an.
Berikutnya, penulis mengakhiri bukunya
dengan penutup. Ia menulis 19 poin tentang hasil penting dari pembahasan
hijrah, di antaranya adalah: (a) Hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dari
Mekkah ke Yastrib merupakan sunnah yang juga dilakukan oleh para nabi dan rasul
sebelumnya. (b) Hijrah dalam Islam bukanlah upaya melarikan diri atau kabur
dari beban berat. (c) Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW menjadi pembatas
yang pasti antara dua periode dakwah Islam, yaitu dakwah yang dipenuhi dengan
berbagai macam hambatan dan dakwah yang dipenuhi dengan rasa tenang sehingga
kaum muslimin menemukan kekokohannya, kaum muslimin bertambah banyak serta
semakin kuat jangannya. (d) Peristiwa hijrah bukan peristiwa biasa, tetapi
peristiwa penuh dengan strategi, perencanaan, dan aplikasi yang matang. (e)
Seorang muslim tidak diperbolehkan untuk tetap berada di suatu negeri dengan
kondisi jiwa dan agama yang tertekan. (f) Sebuah cita-cita dari perjalanan
hijrah dapat ditemukan dalam catatan sejarah dakwah bahwa ia akan menghasilkan
buah yang sangat manis, yang cabangnya berbuah setiap saat. (g) Seorang muslim
ketika ia mengimani suatu kebenaran dengan yakin dan pasti, ia yakin dengan
dasar-dasarnya, ia akan berkorban demi kebenaran itu dengan harta, jiwa, dan
apa saja yang ia miliki. (h) Hijrah mendatangkan dampak yang sangat baik bagi
kehidupan kemanusiaan.
Secara umum, informasi dan sistematika yang disuguhkan penulis dalam bukunya tersebut sangat baik dan menarik untuk dibaca. Di sini juga perlu disampaikan bahwa dalam edisi bahasa Indonesia, penerjemah juga telah berhasil menyajikan kepada pembaca sebuah bahasa terjemahan yang mudah dan enak dibaca, sekalipun oleh level masyarakat umum. Maka sudah sepatutnya buku ini layak dibaca dan turut mengisi ranah pengetahuan pembaca di semua kalangan, terutama para ilmuwan dan mubaligh dalam mengembangkan wawasan keagamaan. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar