Meneladani Hijrahnya Umat Terdahulu
Oleh: M. Nasri Dini
Guru MTs Muhammadiyah Blimbing, Sukoharjo - Jateng
Saat
kita menengok kembali lembaran sejarah, akan banyak kita temui umat terdahulu
dari kalangan pengikut para Nabi dan Rasul yang menjadikan hijrah sebagai salah
satu langkah dari langkah-langkah dakwah mereka. Beberapa diantaranya seperti
yang disebutkan oleh DR. Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya “Al-Hijrah fi
Al-Qur’an al-Karim” yang sudah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa
Indonesia dengan judul “Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an”. Dalam buku tersebut
penulis menyuguhkan peristiwa hijrah sesuai dengan sejarah yang dialami oleh
para umat Nabi terdahulu, Ashabul Kahfi sampai hijrahnya Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wasallam. Diantara peristiwa hijrah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Hijrahnya Nabi Ibrahim
Dalam
dakwahnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berusaha mencurahkan seluruh
kemampuannya untuk mengajak penguasa (Raja Namrudz la’natullah ‘alaih)
dan kaumnya (termasuk juga ayahnya) untuk berpindah dari menyembah berhala
kepada menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena
dakwahnya yang tegas tersebut, penguasa yang juga memposisikan dirinya sebagai thaghut
(sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala) akhirnya membakar Nabi Ibrahim
‘alaihis salam. Setelah peristiwa pembakaran yang ternyata pada akhirnya
diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam menetapkan diri untuk berhijrah. Hal ini dapat dilihat dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan Kami selamatkan Ibrahim
dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian
manusia.” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 71)
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain: “Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya
aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Q.S. Ash-Shafat [37]: 99)
Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam berhijrah setidaknya sebanyak empat kali.
Pertama, dari Babilonia (tempat asal beliau) ke Syam (Palestina). Dalam hijrah
pertama ini Nabi Ibrahim ‘alaihis salam hanya ditemani Sarah istrinya
dan keponakannya Luth bin Harun ‘alaihis salam. Kedua, dari Syam ke
Mesir. Ketiga, dari Mesir kembali lagi ke Syam dan yang keempat, dari Syam
menuju Hijaz. Di Hijaz inilah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (bersama
putranya, Ismail ‘alaihis salam) membagun kembali Ka’bah (baitullah).
Setelah beberapa saat di Hijaz, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kembali lagi
ke Syam (Palestina) hingga wafat menjemput beliau dalam usia duaratus tahun.
2. Hijrahnya Nabi Luth
Nabi
Luth ‘alaihis salam awalnya hijrah bersama Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dari Babilonia (sekarang Iraq) ke negeri Syam. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam mengutus Luth ‘alaihis salam ke negeri Sadum. Kaum Sadum
adalah orang-orang yang akhlaknya sangat buruk dan gemar melakukan dosa. Nabi
Luth ‘alaihis salam diutus untuk mendakwahi dan menyeru mereka untuk
kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bertauhid, beribadah dan
meninggalkan segala kemaksiatan yang dilakukan kaumnya.
Namun
kaum Sadum menolak dakwah Nabi Luth ‘alaihis salam dan bersikeras dengan
kemaksiatan yang mereka lakukan hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan
azab kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman "Janganlah
kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu
dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan). Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit
atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.” (Q.S. Al Ankabut [29]: 33-34)
Nabi
Luth ‘alaihis salam hijrah bukan untuk mendapatkan wilayah, penghasilan
atau untuk berbisnis, tetapi hanya hijrah menuju Rabbnya, untuk mendekatkan
diri kepada-Nya dan berlindung dalam naungan-Nya.
3. Hijrahnya Nabi Musa
Hijrah
yang pertama kali dilakukan Musa ‘alaihis salam adalah dari Mesir ke
Madyan sebagai jalan menyelamatkan jiwanya dari kejaran pasukan Fir’aun la’natullah
‘alaih. Di Negeri Madyan ini Musa ‘alaihis salam bertemu dengan Nabi
Syuaib ‘alaihis salam dan menikahi putrinya. Sepuluh tahun kemudian Musa
‘alaihis salam bersama istri dan anaknya diam-diam kembali ke Mesir.
Dalam perjalanan di tengah malam, Musa ‘alaihis salam memperoleh tugas dari
Allah subhanahu wa ta’ala sebagai nabi dan rasul-Nya. Beliau diperintah
untuk menemui Fir’aun la’natullah ‘alaih dan kaumnya serta menyeru
mereka kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sekian
lama Musa ‘alaihis salam dan Harun ‘alaihis salam tinggal di
Mesir untuk menyeru Fir’aun la’natullah ‘alaih dan para pengikutnya
menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ternyata mereka menolak seruan
itu. Selama Nabi Musa ‘alaihis salam di Mesir, beliau justru mendapat
tekanan, siksaan dan intimidasi dari Firaun la’natullah ‘alaih dan
pasukannya. Saat itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada
Musa ‘alaihis salam dan kaumnya (Bani Israil) untuk keluar dari Mesir. Nabi
Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya pun hijrah meninggalkan Mesir menuju
ke negeri Syam.
4. Hijrahnya Ashabul Kahfi
Para
ulama tafsir baik dari generasi salaf (terdahulu) maupun khalaf (kontemporer) menyebutkan
bahwa ashabul kahfi adalah anak-anak dari penguasa-penguasa dan
tokoh-tokoh yang hidup di masa itu. Masyarakat saat itu berada di bawah raja
yang kejam dan keji bernama Dikyanus. Ia menyeru rakyatnya untuk menyembah
berhala serta menyembelih binatang untuk mereka. Dalam kondisi hati bergolak
dengan keimanan dan jiwa terbakar dengan keyakinan kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, muncullah ide dari salah seorang mereka untuk keluar dan meninggalkan
kaumnya menuju sebuah gua. Hal ini dilakukan untuk berhijrah dari lingkungan
yang jahil dan penuh dengan kesyirikan, juga untuk berpikir bagaimana cara
menghadapi kebatilan dengan jalan yang lebih tepat.
5. Hijrahnya Nabi Muhammad
Hijrah
pertama yang dilakukan dalam Islam adalah perginya kaum muslimin para sahabat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan kota Makkah menuju
Habasyah untuk menghindari fitnah dan tekanan dari orang-orang kafir Quraisy serta
menyelamatkan agama yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sekembalinya
dari hijrah ke Habasyah, para sahabat meminta izin untuk melakukan hijrah
kembali. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: ”Sungguh
telah diperintahkan kepadaku negeri untuk kalian berhijrah. Sebuah lembah yang
dipenuhi oleh pohon kurma yang terletak di antara dua lahar yaitu dua gunung
kecil. Kalaulah bumi yang dipenuhi pohon kurma itu terkenal tentu aku akan menjelaskan
kepada kalian yang seperti ini dan seperti ni.” kemudian berlalulah beberapa
hari dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kembali hadir di tengah
para sahabat dengan muka cerah ceria. Lantas beliau shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: ”Sungguh aku telah diberi tahu tentang negeri untuk
berhijrah kalian. Dialah Yastrib (kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam mengganti namanya menjadi Madinah). Siapa saja yang ingin
berhijrah, berhijrahlah ke sana.”
Mulailah
kaum muslimin berkemas, bersiap, konsolidasi, dan akhirnya pergi memenuhi
rencana mereka. Kemudian di Madinah-lah Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam membangun peradaban Islam hingga menyebar ke seluruh dunia hingga
saat ini.
Selain
para Nabi dan ashabul kahfi tersebut, para ulama akhir zaman pun juga banyak
yang mempraktikkan syariat hijrah ini dalam kehidupan mereka. Misalkan Imam Abu
Hanifah rahimahullah yang berhijrah dari Kufah ke Makkah; Imam Asy Syafi’i
rahimahullah dari Syam berpindah beberapa kali ke Makkah, Madinah,
Yaman, Bagdad dan Mesir; Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Bagdad
ke Yaman, Basrah, Hijaz dan beberapa tempat lain.
Hijrah yang dilakukan oleh para pendahulu kaum muslimin tersebut bukan dalam rangka untuk mencari kekayaan dan hal yang terkait keduniaan, melainkan dalam rangka berdakwah menyebarkan tauhid, menuntut ilmu, berjihad dan tujuan-tujuan lain yang muaranya hanya satu, menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi. Wallahu a’lam
*) Tulisan ini dimuat pada Majalah Tabligh edisi no. 1/XII - Muharram 1436 H
Tidak ada komentar