Peran AMM Di Tengah Modernisasi
Oleh: Ahmad Nasri
Pengajar unit MTs PonPes Muhammadiyah Imam
Syuhodo Blimbing Sukoharjo
Generasi muda merupakan fase pertumbuhan yang unik dalam
sebuah kehidupan. Secara ciri fisik, pemuda bisa didefinisikan sebagai
pria/wanita gagah, tegap, fisik prima, semangat tinggi (menggebu-gebu), umur
sekitar 19-35 tahun, punya rasa ingin tahu yang tinggi, namun belum
berpengalaman yang cukup (Tetra Azkia Mumtaz : 2012).
Karenanya, pemuda adalah suatu umur yang memiliki
kehebatan sendiri, menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ibarat matahari maka usia pemuda
ibarat jam 12 ketika matahari bersinar paling terang dan paling panas. Karena
pada masa inilah manusia mengalami banyak perubahan dalam hidupnya. Pada tahap
ini pula biasanya manusia menghadapi masa-masa yang labil dalam menjalani
hidup.
Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang
terjadi pada generasi muda telah mencapai titik sangat mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting bangsa ini dalam
rangka perbaikan sumber daya manusianya. Karena ketika sebuah etika sosial
masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan
bangsa dan negara akan mengalami hambatan.
Keunikan yang kemudian muncul adalah, bahwa saat banyak
manusia labil yang mencari jalan keluar, ada orang-orang pilihan yang telah
menemukan jalan hidupnya dengan bergabung pada organisasi atau pergerakan
kepemudaan. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah ada banyak alternatif gerakan muda
yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Gerakan
Kepanduan Hizbul Wathan (GKHW) dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah (TSPM). Organisasi
otonom bersegmen muda tersebut biasa disebut dengan Angkatan Muda Muhammadiyah
(AMM).
Ya, ternyata AMM adalah salah satu pilihan utama bagi
generasi muda bangsa ini untuk keluar dari kelabilan. Nama Muhammadiyah di
belakang nama berbagai organisasi kepemudaan tersebut memang seharusnya mampu
menggerakkan para aktivisnya keluar dari jalan pemuda pada umumnya yang jauh
dari nilai-nilai Islam. Dari aqidah yang rusak kepada tauhid yang hanif. Dari
budaya-budaya hedonis kepada budaya Islami walaupun harus tetap kreatif.
Menurut Tetra Azkia Mumtaz (2012), diantara fungsi dari
organisasi kepemudaan Islam adalah sebagai berikut: Membantu/mengajak
masyarakat untuk lebih aktif dalam lingkungan dan kehidupannya; Sebagai
pendukung proses sosialisasi yang berjalan di sebuah lingkungan bermasyrakat;
Dan yang paling utama merupakan tempat/wadah aspirasi dari sekelompok individu
yang berbeda beda dalam meneguhkan ajaran keislamannya.
Sebagai gerakan yang universal bidang garapnya, AMM
melalui berbagai elemennya memang perlu merumuskan secara konkrit langkah
perjuangannya. Ia harus menyadari bahwa zaman semakin melaju dan tidak akan
pernah berhenti walau sejenak. Sebagai organisasi yang sudah banyak makan asam
garam perjuangan, gerakan ini seharusnya dapat melihat kebelakang tentang apa
yang telah dikerjakan. Bukan dalam rangka sekedar bernostalgia atau berkubang
dalam romantisme masa lalu saja, namun lebih pada penilaian, penyaringan, pemilihan
dan pemilahan. Tentunya ada banyak hal yang dapat kita teladani dari para
pendahulu kita. Dan bukan tidak mungkin apa yang telah diperjuangkan dan
dilakukan oleh meraka dapat kita pakai saat ini meskipun dengan ‘bahasa’ yang
berbeda.
Menghadapi tantangan masa depan yang semakin komplek dan
tak pernah berkesudahan, ada kaidah menarik yang dapat kita ambil dari para
pejuang Islam terdahulu untuk kita ambil pelajaran. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman dalam Q.S At Taubah ayat 100 sebagai berikut: “Orang-orang
terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan
Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada
meraka dan mereka pun ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi meraka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Mari kita cermati juga sabda Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis berikut ini: “Sebaik-baik
manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (sahabat), semudian
sesudahnya (tabi’in), kemudian sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari latarbelakang yang diambil dari ayat dan hadis
tersebut, tulisan ini sengaja mengupas dan memberikan alternatif gerakan AMM,
baik dibidang keislaman, sosial, politik, maupun kebudayaan dengan
menitikberatkan nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah didalamnya.
Pertama, AMM sebagai gerakan Islam. Saat kita membicarakan tentang
gerakan Islam dalam gerakan AMM, kita tidak boleh melupakan Muhammadiyah sebagai gerakan
induknya. Karena jika AMM ingin mencapai kejayaan dan
menyongsong tantangan zaman yang selalu akan muncul, maka kita harus melihat
apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita juga. Muhammadiyah dibangun oleh
K.H. Ahmad Dahlan rahimahullah sebagai hasil konkrit dari
pendalaman beliau terhadap Al-Qur’an. Faktor inilah yang seharusnya diteladani
oleh ortom-ortom muda persyarikatan yang tergabung dalam AMM. Karena faktor
inilah yang sebenarnya menjadi faktor utama pendorong berdirinya Muhammadiyah.
Sedangkan faktor lain hanya sebagai penunjang saja.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah yang
diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an, AMM sebagai
gerakan dakwah muda dibawah Muhammadiyah seharusnya tidak ada motif lain
kecuali semata untuk merealisasikan prinsip ajaran Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan As Sunnah Al Maqbulah dengan pemahaman para sahabat radhiallahu
‘anhum.
Namun demikian, sebelum generasi muda dalam AMM
mengamalkan prinsip-prinsip Al-Qur’an dalam gerakannya, sudah menjadi
konsekuensi logis bahwa gerakan ini harus mendalami nilai-nilai ajaran Islam
itu dengan mengkajinya secara intensif. Karena hal ini sesuai dengan
prinsip “Al‘ilmu qobla kalam wa ‘amal”, ketahui dulu ilmunya
sebelum berkata dan berbuat. Setelah Islam dikaji, tentu tidak berhenti sampai
disini, akan tetapi sebagai gerakan Islam, AMM melalui para aktivisnya tentu
harus membumikan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya dengan prinsip islam
sebagai rahmat, bukan sebagai laknat bagi alam semesta. Sehingga para
aktivisnya benar-benar dapat dibedakan kualitas ke-Islamannya dengan gerakan
kepemudaan yang lain. Para aktivis AMM harus bisa bergerak ditengah, yakni
‘tegas dalam bersikap, namun santun dalam bertindak’.
Kedua, AMM sebagai gerakan sosial kemasyarakatan. Sebagai gerakan sosial, gerakan ini mempunyai tugas utama yaitu kritis
terhadap realitas sosial yang ada. Realitas sosial yang sering kali cenderung
tidak memihak kepada masyarakat kalangan bawah dan rakyat jelata. AMM harus
gigih memperjuangkan hak-hak masyarakat dan umat yang terabaikan. Menurut K.H.
AR. Fakhruddin (2005) kalau mungkin timbul masyarakat yang kacau balau,
kocar-kacir, tindas-menindas, peras-memeras, masing-masing sewenang-wenang.
Bukan hal yang mustahil kalau kita menginginkan adanya masyarakat sejahtera,
aman, damai, dan makmur. Itulah yang harus diperjuangkan oleh AMM sebagai
gerakan sosial tanpa harus melepaskan diri dari hukum-hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh setan dan hawa
nafsu.
Ketiga, AMM sebagai gerakan politik kerakyatan. Sebagai
gerakan politik disini gerakan ini harus bisa menempatkan posisinya dengan
baik. Bukan untuk terlibat dalam politik kekuasaan yang pragmatis namun tetap
harus punya posisi strategis dalam berjuang dan bergerak bersama rakyat.
Generasi muda adalah bagian tak terpisahkan dari komponen rakyat dalam sebuah
Negara. Namun, pemuda seringkali terpinggirkan, termarginalkan dan
dianaktirikan oleh para pengambil kebijakan. Persoalan anggaran pendidikan
maupun penyediaan lapangan kerja yang tidak maksimal adalah salah satu bukti
konkrit yang tidak dapat disangkal, bahwa generasi muda masih menempati posisi
dibawah dalam pandangan penguasa kita.
Disinilah dibutuhkan peran strategis yang harus
diperankan gerakan ini. Generasi muda yang selama ini masih menjadi pihak yang
terdholimi harus diselamatkan. Yang selama ini dijadikan sebagai objek harus
diangkat dan disejajarkan posisinya dengan subjek hukum lainnya. AMM sebagai
salah satu elemen kepemudaan perlu memunculkan peran politik yang selama ini
terkurung dan terpenjara. Disini kita harus menjadi organisasi yang dapat
mempengaruhi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat utamanya
generasi muda. Disamping itu, kiranya gerakan ini perlu memotivasi para
generasi muda agar berani mengeluarkan pendapatnya dan melibatkan para pemuda
untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang belum terpenuhi.
Mengadaptasi dari DR. H. Haedar Nashir, M.Si (2007), ada
satu hal penting yang juga perlu disampaikan yaitu, “Bahwa AMM merupakan
gerakan Islam independen dan memiliki rumah sendiri yang tidak dapat dimasuki
gerakan lain siapapun gerakan itu. Jadi sudah selayaknya independensi seperti
itu dihargai oleh siapapun, lebih-lebih oleh sesama gerakan Islam.”
Artinya bahwa ortom-ortom yang tergabung dalam AMM,
sebagaimana organisasi induknya Muhammadiyah tidak berhubungan dengan
organisasi politik manapun secara hirarki, walau secara demokratis AMM juga
harus membebaskan para aktivisnya untuk menaiki kendaraan politik manapun. AMM
tidak kemana-mana, tetapi ada dimana-mana. Dengan catatan mereka tidak
menyamakan, menghimpitkan, apalagi simpatis mendukung paham organisasi
politiknya kedalam gerakan dan pergerakan AMM sehingga terjadi saling tumpang
tindih dalam loyalitas.
Keempat, AMM sebagai gerakan kebudayaan. Pada tataran budaya, gerakan ini dituntut untuk mentradisikan budaya
kritis yang membebaskan dengan tetap terbingkai dengan nilai-nilai tauhid. AMM
harus mampu meghapus budaya konsumtif, hedonis dan ekspresi-ekspresi destruktif
kebanyakan pemuda. Dalam sisi ini, gerakan ini harus memelopori penghapusan
semboyan As Sukuutu kadz dzahab (diam itu laksana emas) dan
menggantinya dengan semboyan Qulil haqqo walau kaana murron (katakanlah
kebenaran meskipun pahit akibatnya). Gerakan ini sudah saatnya untuk membangun
dan mengembangkan seni dan budaya yang membebaskan dan mempunyai semangat
perlawanan terhadap kezaliman dan ketidakadilan. Karena sesungguhnya
nilai-nilai seni yang membebaskan tersebut sejalan dengan perjuangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keluarkan apa saja yang
ada di dalam pikiran agar dapat diketahui dan sedapat mungkin bisa berpengaruh
bagi semuanya. Hal itu diantaranya dapat berupa karya sastra seperti puisi,
cerpen, novel, maupun musik dan film. Wallahu a’lam
Referensi:
1. Drs. H. Musthafa Kamal Pasha, B. Ed dan Drs. H.
Ahmad Adabu Darban, SU. 2005. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam.
Yogyakarta. Citra Karsa Mandiri.
2. Mas Mulyadi dan Ridho Al Hamdi (ed.). 2005. Tanfidz
Muktamar XV. Yogyakarta. PP IRM
*) Dimuat di Majalah Tabligh edisi no. 19/X - Jumadil Awal - Jumadil Akhir 1434 H
Tidak ada komentar