Header Ads

Header ADS

Saya Guru, Saya Murid


Beberapa guru kadang mengeluhkan perilaku muridnya. Namun, saya mencoba melihat dari sisi lain. Setiap kali ada murid yg membuat saya mengeluh, justru saya bertanya dalam hati, apa jangan-jangan saya pun pernah melakukan hal serupa?
Ketika murid datang terlambat atau bolos pelajaran, saya teringat bahwa saya pun kadang terlambat masuk kelas, bahkan keluar lebih cepat sebelum jam berakhir. Saya jg kerap tidak tepat waktu saat hadir rapat, lalu pulang lebih dulu sambil membawa kotak snack.
Saat saya kesal melihat murid harus dioyak-oyak masuk kelas setelah bel, saya sadar ternyata saya jg sering diingatkan untuk segera masuk ruang rapat, bahkan dioyak-oyak agar mau duduk di kursi depan.
Ketika saya menegur murid yg ngobrol pas pelajaran, saya sadar bahwa di ruang rapat pun saya sering melakukan hal yg sama, ngobrol bahkan bermain hape ketika ada yg berbicara di depan.
Saat murid tidak mengerjakan atau telat mengumpulkan tugas, saya pun pernah melakukan hal serupa: menunda membuat soal, terlambat menyerahkan nilai, bahkan lemot mengisi rapot.
Ketika murid tidak memakai seragam sesuai aturan, saya jg pernah melanggar aturan berpakaian yg berlaku.
Saat saya menghukum murid karena perilaku mereka yg berlebihan dg lawan jenis, saya pun sadar bahwa saya sebagai guru jg tak luput dari kesalahan serupa.
Ketika murid berkata kasar, saya pun kadang tak mampu menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar pada mereka saat marah.
Saat saya menegur murid yg membuang sampah sembarangan, saya jg teringat pernah meninggalkan kardus snack begitu saja di meja rapat.
Dari semua pengalaman itu, saya menyadari satu hal penting: murid adalah miniatur dari gurunya. Apa yg mereka lakukan sering kali bersumber dari apa yg mereka lihat dan kita contohkan. Ada pula dari yg kita lakukan tanpa mereka lihat. Maka sebelum saya menyalahkan murid, saya harus lebih dulu menyalahkan diri sendiri, kembali bercermin, berani introspeksi, dan bertekad berubah.
Jika saya ingin murid saya lebih disiplin, maka saya harus lebih dulu disiplin. Jika saya ingin mereka sopan, maka saya pun harus menjaga tata krama. Jika saya ingin mereka bertanggung jawab, maka saya harus memberi teladan menjalankan amanah dalam tugas saya.
Lebih dari itu, saya jg harus ingat bahwa perkara ini bukan semata soal hubungan saya dg murid, tetapi jg hubungan saya dg Allah. Bisa jadi keberkahan mendidik saya dicabut karena saya sendiri lalai mendidik diri sendiri. Padahal Allah telah memperingatkan: "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yg tidak kamu kerjakan." (QS. Ash-Shaff: 3)
Betapa berat konsekuensi jika saya hanya pandai menasihati, tetapi lalai dalam menjalani. Bisa jadi 'menyimpangnya' murid saya adalah kemurkaan Allah karena ucapan saya tidak sejalan dg perbuatan.
Mendidik bukan hanya tentang menyampaikan ilmu, tetapi tentang amanah, menjaga akhlak, dan mengharap ridha Allah. Murid bukan hanya cermin diri saya sebagai guru, tetapi jg pengingat bahwa saya harus selalu memperbaiki diri agar keberkahan Allah tetap menaungi setiap langkah di jalan pendidikan.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.