Serial Tafsir 12 Langkah Muhammadiyah
Iman Sebagai Dasar Langkah
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang menerjemahkan dirinya dengan nama gerakan Islam, gerakan dakwah amar ma‘ruf nahi munkar. Hal ini dikukuhkan dengan jelas dan tegas pada anggaran dasar persyarikatan ketika berbicara tentang identitas Muhammadiyah dengan menyebutkan bahwa identitas persyarikatan ini adalah “Gerakan Islam, Da'wah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.” Sedangkan asas Muhammadiyah bahwa persyarikatan ini berasaskan Islam.
Lalu apa tujuan persyarikatan ini? Dengan tegas dan jelas, maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Iya. Sehingga wujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Jelas dan tidak membutuhkan penafsiran lebih untuk memahami tujuan dari persyarikatan ini walaupun ada dua hal yang harus digaris bawahi: pertama, menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
Kedua, dengan penegakkan agama Islam maka terwujudlah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yaitu Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Selama perjalanannya hingga berusia satu abad lebih, persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah – dan bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah – di Yogyakarta ini tetap konsisten di atas khittah-nya. Khittah dalam arti garis besar (pemikiran) perjuangannya. Khittah dalam arti konsepsi perjuangan yang menjadi tuntunan, pedoman dan arah perjuangnya.
Identitas, asas, maksud dan tujuan di atas termaktub dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Muhammadiyah sebagai khittah yang harus dipatuhi seluruh kadernya. Tentu hal-hal yang digariskan di atas memiliki arti penting karena menjadi landasan berpikir dan bergerak untuk semua anggota dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah. Garis perjuangan anggota dan pimpinan tidak boleh menyalahi atau bertentangan dengan asas serta tujuan Muhammadiyah itu sendiri. Apalagi hal ini telah terdokumentkan dengan jelas dan rapi.
Untuk kelangsungan persyarikatan Muhammadiyah ke depan, Muhammadiyah mempunyai landasan sebagai pedoman dalam menjalankan persyarikatan yang disebut sebagai landasan operasional Muhammadiyah. Landasan operasionalnya ini dikenal sebagai khittah perjuangan Muhammadiyah yang terbagi menjadi beberapa bagian di antaranya adalah tafsir 12 langkah Muhammadiyah.
Dari periode ke periode, dari kepemimpinan ke kepemimpinan selanjutnya, dinamika perpolitikan selalu dilalui Muhammadiyah dengan berbagai suka-cita. Bunyi khittah itu tentu menggambarkan situasi Muhammadiyah ketika itu. Sasaran yang hendak dicapai khittah yang dikeluarkan pada umumnya bersifat pembinaan dan bimbingan bagi pemimpin maupun anggota Muhammadiyah dalam melangsungkan tujuan persyarikatan dalam menghadapi berbagai dinamika bangsa dan negara.
Memperdalam Iman dalam Mengabdi di Persyarikatan Muhammadiyah
KH. Ahmad Dahlan – diriwayatkan – selalu mengajarkan Surat Wal ‘Ashri dan Al Ma‘un. Menurut Kyai Djazuli, KH. Ahmad Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri itu cukup lama, lebih lama dari ketika mengajarkan Al Ma‘un yang sampai sekitar 3 bulan. Beliau mengajarkan Wal ‘Ashri di mana-mana, dan selalu diulang-ulang kepada murid-muridnya. Beliau mengulang-ulang surat itu supaya murid-muridnya mengamalkannya, bukan hanya menghapalkan. KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa waktu sangat penting. Dalam waktu lah terjadi kebaikan (amal saleh) dan dalam waktu terjadi keburukan (amal salah, amal sayyiat). Karena itulah KHA Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri di mana-mana dan diulang-ulang.
Tentu tujuan KH. Ahmad Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri adalah agar murid-muridnya dapat menghayati dan mengamalkan kandungan dari Wal ‘Ashri:
Pertama, agar murid-muridnya mempunyai pandangan bahwa semua waktu itu baik, tergantung bagaimana cara menyikapi dan menggunakannya.
Kedua, agar murid-muridnya dengan dasar keimanan yang kuat suka mengisi waktu dengan melakukan amal shalih (amal kebajikan).
Ketiga, agar murid-muridnya meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak suka ngrasani (menggunjing) dan saling mencela. Tetapi mengisi waktu dengan amal-amal saleh, yaitu amalan yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan.
Keempat, agar murid-muridnya suka saling tawāshau bil-haqq (saling mengingatkan tentang kebenaran) dengan cara yang baik, meluruskan dan menyampaikan kritik/koreksi dalam ruh Islam (al-haq), sabar bila melihat/mengetahui temannya berbuat keliru atau salah.
Ketika KH. Ahmad Dahlan wafat pengajian itu diasuh sendiri oleh Nyai Dahlan di bawah bimbingan ketua-ketua Muhammadiyah KH. Ibrahim, KH. Hisyam, KH. Mas Mansur dan dijadikan bagian kegiatan Aisyiyah. Sehingga di Aisyiyah ada Bagian Wal ‘Ashri. Setelah itu pembina/pengasuh pengajian Wal ‘Ashri diteruskan oleh Ki Bagus Hadikusumo, Buya AR Sutan Mansur, KH. Yunus Anis, KH. Ahmad Badawi, AR Fakhruddin dan terakhir HA Azhar Basyir MA. Di masa KH. Ahmad Badawi, AR Fakhruddin dan HA Azhar Basyir MA, pengajian Wal ‘Ashri ini kemudian dikenal sebagai pengajian Kemisan, karena dilaksanakan pada hari Kamis sore. Pesertanya juga sudah tidak lagi buruh-buruh, tetapi siapa saja yang berminat.
Apa yang ditanamkan KH. Ahmad Dahlan adalah upaya mengajarkan dan menanamkan ruhiyah atau sprit perjuangan adalah iman kepada Allah yang Maha Esa. Iman adalah landasan dalam melangkah, bekerja, dan berjuang; bukan sebaliknya apalagi keuntungan duniawi yang tak seberapa. Hal inilah yang dikukuhkan lagi oleh KH. Mas Manshur dalam 12 langkahnya, “Hendaklah iman ditablighkan, disiarkan seluas-luasnya, diberika Riwayat dan dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari pada anggota Muhammadiyah semuanya”.
Apa yang telah dimulai oleh KH. Ahmad Dahlan adalah suatu langkah yang kokoh melandasi dasar perjuangan dengan iman. Lalu landasan yang kokoh ini dikukuhkan ulang oleh KH. Mas Mansur dalam bentuk kebijakan iman harus ditablighkan seluas-luasnya agar iman itu mendarah daging dan masuk ke dalam tulang sumsum.
Apa yang telah dimulai oleh KH. Ahmad Dahlan adalah suatu langkah yang kokoh yang melandasi dasar perjuangan dengan iman. Lalu landasan yang kokoh ini dikukuhkan ulang oleh KH. Mas Mansur dalam bentuk kebijakan iman harus ditablighkan seluas-luasnya agar iman itu mendarah daging dan masuk ke dalam tulang sumsum. Langkah yang diambil KH. Mas Mansur sejatinya adalah desakan Angkatan Muda Muhammadiyah yang melihat persyarikatan hanya fokus dengan dunia pendidikan dan lalai serta lengah dengan dunia tabligh dan dakwah. Hari ini kenyataan lalu seolah memiliki ruang yang nyata dengan hari ini, ketika semua pimpinan Muhammadiyah mulai dari tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah hingga pusat hanya sibuk dengan dunia pendidikan dan Amal Usaha, sudah selayaknya semangat 12 langkah KH. Mas Mansur mendapatkan ruang dan perhatian. Semoga persyarikatan Muhammadiyah dapat kembali ke khittahnya sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, karena sejatinya persyarikatan Muhammadiyah bukan LSM.
*) Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 10/XVII - Safar 1441 H / Oktober - November 2019
Tidak ada komentar